- Siapakah Remaja Itu?
a. Definisi
Remaja
Remaja adalah
suatu tahap perkembangan pada individu, dimana ia mengalami perkembangan
biologis, psikologis, moral dan agama. Ia juga merupakan pola identifikasi dari
anak-anak menjadi dewasa. Dapat dikatakan juga, bahwa remaja adalah masa
transisi dari periode anak ke dewasa.
Untuk
memudahkan identifikasi, biasanya masa remaja, dibatasi usia tertentu. WHO
membagi 2 tahap usia remaja :
1. Remaja
awal : 10-14 tahun
2. Remaja
akhir : 15-20 tahun
b. Ciri-Ciri
Remaja
1. Ciri
Biologis:
Pada saat
seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama
pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra. Saat itu, secara
biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang
anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada masa
pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon
(gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan
pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing
Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan
estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki,
Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone
(ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari
hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak.
2. Ciri
Psikologis
Secara umum,
dari sisi psikologis seorang remaja memiliki beberapa cirri berikut:
1. Mood
(suasana hati) dapat berubah sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh
Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja
rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa”
ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal
yang sama.
2. Mulai
muncul kesadaran akan identitas diri. Anak-anak pra-pubertas biasanya belum
berpikir tentang identitas atau jati dirinya, karena mereka belum memiliki
kemandirian, termasuk dalam persoalan identitas. Anak-anak mengidentifikasi
dirinya dengan orang tuanya. Mungkin bisa dianggap bahwa identitas anak-anak
pra-pubertas sama dengan identitas orang tuanya. Namun, ketika anak memasuki
fase kedewasaan biologis (baligh/ puber), ia mulai merasakan adanya tuntutan
untuk mandiri, termasuk dalam persoalan identitas. Apa yang sebelumnya belum
terlintas di dalam pikiran, kini mulai menjadi hal yang serius. Pertanyaan
seperti ”siapa saya sebenarnya?” dan ”apa tujuan hidup saya?” mulai menuntut jawaban-jawaban
yang mandiri. Inilah yang disebut (self-awareness). Oleh karena itu,
pertanyaan: “Siapakah Saya?” adalah sah dan normal, karena pada masa ini
kesadaran diri (self-awareness) mereka sudah mulai berkembang dan mengalami
banyak sekali perubahan. Remaja mulai merasakan bahwa “ia bisa berbeda” dengan
orangtuanya dan memang ada remaja yang ingin mencoba berbeda. Inipun hal yang
normal karena remaja dihadapkan pada banyak pilihan. Karenanya, tidaklah
mengherankan bila remaja selalu berubah dan ingin selalu mencoba, baik dalam
peran sosial maupun dalam perbuatan. Contoh: anak seorang insinyur bisa saja
ingin menjadi seorang dokter karena tidak mau melanjutkan atau mengikuti jejak
ayahnya.
Proses
“mencoba peran” ini merupakan proses pembentukan jati-diri yang sehat dan juga
sangat normal. Tujuannya sangat sederhana; ia ingin menemukan jati-diri atau
identitasnya sendiri. Ia tidak mau hanya menurut begitu saja keingingan
orangtuanya tanpa pemikiran yang lebih jauh. Salah satu upaya lain para remaja
untuk mengetahui diri mereka sendiri adalah melalui test-test psikologis, atau
yang di kenal sebagai tes minat dan bakat. Test ini menyangkut tes kepribadian,
tes intelegensi, dan tes minat.
3. Sangat
rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain
sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau
mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat
memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image).
4. Cenderung
untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka
akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri akan bersolek
berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik
pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi
lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”.
5. Sering
menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat “tidak
memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan;
sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat
jangka pendek atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk
mempertangung-jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang
lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu bertanggung-jawab. Rasa
percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah yang sangat dibutuhkan sebagai
dasar pembentukan jati-diri positif pada remaja.
Masa remaja adalah masa transisi ketika anak akan menjadi dewasa. Masa
itu juga dianggap masa yang paling indah. Mengapa indah? Karena pada masa itu
biasanya anak mulai mengenal lebih dekat lawan jenisnya. Bisa jadi muncul cinta
pertama. Deg-degan, berjuta rasa, bercampur aduk. Ingatan itu akan membekas
hingga dewasa. Maupun agak norak tapi ada kelucuan di sana. Namun kadangkala
masa remaja bisa Juga menjadi rawan. Leni lama apabila remaja salah Jalan, baik
dalam pergaulan atau cinta monyetnya.Psikolog masalah remaja Roslina Verauli
mengatakan, masa remaja dulu dan sekarang sudah mengalami perubahan alias beda.
Sehingga orangtua harus mau berubah untuk menyikapi perubahan itu. Jika gagal,
akan ada gap yang besar antara orangtua dan anak, yang menyebabkan terhalangnya
komunikasi dan kedekatan.
Terlebih kondisi orangtua dulu dan sekarang Juga mengalami perubahan.
Misalnya ayah dan Ibu yang kini
bekerja hingga malam, yang seringkali pulang ke rumah dalam keadaan
lelah.Untuk menyingkapl kondisi Itu,
orangtua dituntut pintar, banyak menggali Informasi lewat lnternet,
baca buku, untuk mengetahui perkembangan
kini dunia anak-anak dan remaja. Perubahan cara berkomunikasi lewat
teknologi Juga terus terjadi. Kini sedang booming adanya Jejaring pertemanan
seperti Jacebook. twltter, dan lainnya. Sebelum era Jacebook, saat Internet
mulai dikenal, masalah remaja adalah kegemaran membuka situs porno. Kini,
selain masalah situs porno. Juga ditambah Facebook
(FB).Ada remaja yang menyingkapl FB dengan positif, ada Juga yang
negatif. Misalnya ada remaja yang cuma memanfaatkan FB untuk memberikan
komentar-komentar lucu, naksir teman di kelas, atau ingin lebih tahu mengenal
orang yang ditaksir, dan sebagainya. Hanya sebatas itu.
Sementara yang negatif adalah FB digunakan untuk menciptakan
ketergantungan kepada orang yang dikenalnya di Jejaring itu. sehingga akhirnya
mau melakukan apa pun karena rasaketergantungan itu. Misalnya kabur dari rumah
atau berhubungan Intim dengan teman yang baru dikenalnya di FB.”Biasanya remaja
yang seperti Itu kesepian, tidak bergaul dengan teman sebaya. gagal menampilkan
eksistensi, sehingga ketika ada teman di FB yang dianggap bisa digebet, menjadi
ketergantungan dan mau saja diajak apa-apa.” kata Vera saat menjadi pembicara
dalam talkshow Saatnya para remaja menunjukkan eksistensi diri melalui
fotografi, dari Cometto belum lama ini.
Konsep positif
Orangtua memang tidak bisa melarang anak remajanya membangun
pertemanan, termasuk menjalin kedekatan dengan lawan Jenis. Pasalnya, manfaat
yang bisa diambil Juga banyak. Menjalin hubungan dengan lawan Jenis pada remaja
dan dewasa Juga ada perbedaan.Pada remaja, hubungan Ini lebih untuk
bersenang-senang (having Fun), dan biasa dilakukan berkelompok. Misalnya
rekreasi, nonton bareng, makan bareng, melakukan hobi bersama, belajar bersama.
Manfaat lain dari hubungan ini. remaja belajar mengembangkan rasa sosial,
belajar mengenal Upe-Upc orang, etiket berhubungan dengan lawan Jenis, dan membangun
kedekatan dengan seseorang, dengan saling percaya, berbagi, dan membuka diri. Pada
anak yang punya konsep positif, dalam berhubungan dengan lawan Jenis (pacaran)
tidak akan mau
melakukan tindakan yang merugikan. Misalnya berhubungan badan, kabur
dari rumah, serta tindakan negative lainnya. Beda dengan remaja yang tidak
punya konsep positif. Rasa ketergantungan terhadap pasangannya begitu kuat,
sehingga mau melakukan hal apa pun. baik yang merugikan ataupun tidak.
Nah masalahnya, bagaimana mendidik anak supaya memiliki konsep positif?
Tentunya dengan membangun potensi dan prestasi pada diriremaja tersebut Caranya
dengan mengikuti kegiatan seperti ekskul. kursus/les yang bermanfaat, mengikuti
ajang kompetisi, dan punya Jaringan pertemanan. Peran orangtua adalah
memfasilitasi anak mengikuti kegiatan- kegiatan positif yang dilakukan remaja.
Jangan hanya disuruh belajar di sekolah saja, walaupun belajar Juga
penting.Sementara pada dewasa, hubungan pacaran lebih serius. Hubungan yang
lebih intim secara emosional, eksklusif, dan sudah punya komitmen kuat.